Tugas Makalah
BIOLOGI LAUT
( HUTAN MANGROVE )
( HUTAN MANGROVE )
OLEH :
KELOMPOK V
-
Suryadi Saputro
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI S1
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
(STKIP) KIE RAHA TERNATE
(STKIP) KIE RAHA TERNATE
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekitar 75% dari luas wilayah Indonesia adalah berupa
lautan. Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai
wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai
sepanjang 81.000 km. Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti yang strategis
karena merupakan wilayah interaksi/peralihan (interface) antara ekosistem darat
dan laut yang memiliki sifat dan ciri yang unik.
Mangrove (Bakau) adalah jenis pohon yang tumbuh di
daerah perairan dangkal dan daerah intertidal yaitu daerah batas antara
darat dan laut dimana pengaruh pasang surut masih terjadi. Hutan mangrove atau
disebut juga hutan bakau adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair
payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air
laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran
dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran
ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan
lumpur yang dibawanya dari hulu.
Ekosistem wilayah pantai berkarakter unik dan khas
karena ekosistemnya perpaduan antara kehidupan darat dan air. Ekosistem wilayah
itu memiliki arti strategis karena memiliki potensi kekayaan hayati baik dari
segi biologi, ekonomi, bahkan pariwisata. Hal itu mengakibatkan berbagai pihak
ingin memanfaatkan secara maksimal potensi itu. Ekosistem hutan mangrove
bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran tadi yang mengakibatkan kurangnya
aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan
oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di
tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau
karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.
Akar tanaman mangrove berfungsi menstabilkan lumpur
dan pasir. Di kawasan yang hutan manggrovenya telah dihancurkan untuk keperluan
pembangunan, laju erosinya akan sangat tinggi. Hutan mangrove juga menjadi
tempat hidup bagi habitat liar dan memberikan perlindungan alami terhadap angin
yang kuat, gelombang yang dibangkitkan oleh angin (siklon atau badai), dan juga
gelombang tsunami.
Hutan-hutan mangrove menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia,
terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di
subtropika dan berfungsi sebagai pelindung pantai dari terjangan gelombang
secara langsung. Oleh karena itu daerah hutan mangrove dicirikan oleh adanya
lapisan lumpur dan sedimen halus.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan
mangrove terbesar dan memiliki kekayaan hayati yang paling banyak. Luas hutan
mangrove di Indonesia mencapai 3,2 juta hektare, walaupun belakangan ini
dilaporkan lebih dari 50 persen jumlah hutan itu sudah rusak.
Luas hutan mangrove di Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar,
merupakan mangrove yang terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha),
Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Wikipedia). Sedangkan menurut
Republika Online, bahwa Indonesia memiliki hutan bakau tropis terluas di dunia
sekitar 3,8 juta hektar atau 40 persen dari total hutan bakau dunia. [jumlah
hutan mangrove dunia di estimate sekitar 16 juta Ha]
Di Indonesia, hutan-hutan mangrove yang luas terdapat
di seputar Dangkalan Sunda yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara
sungai-sungai besar. Yakni di pantai timur Sumatra, dan pantai barat serta
selatan Kalimantan. Di pantai utara Jawa, hutan-hutan ini telah lama terkikis
oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan.
Di bagian timur Indonesia, di tepi Dangkalan Sahul,
hutan-hutan mangrove yang masih baik terdapat di pantai barat daya Papua,
terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai luas 1,3 juta ha,
sekitar sepertiga dari luas hutan bakau Indonesia.
Di beberapa daearah wilayah pesisir di Indonesia sudah
terlihat adanya degradasi dari hutan mangrove akibat penebangan hutan mangrove
yang melampaui batas kelestariannya. Hutan mangrove telah berubah menjadi
berbagai kegiatan pembangunan seperti pertanian, pertambakan, pembangunan
dermaga dan lain sebagainya. Hal seperti ini terutama terdapat di Aceh,
Sumatera, Riau, pantai utara Jawa, Sulawesi Selatan, Bali dan Kalimantan Timur.
Selanjutnya hutan mangrove di Indonesia, menurut data
yang ada telah banyak berkurang sejak digulirkannya program ekstensifikasi
tambak dari 8,6 juta hektar hutan mangrove yang ada (terluas di dunia), sekitar
5,8 juta hektar (68%) telah mengalami kerusakan yang serius, dimana salah satu
penyebab utamanya adalah akibat ekstensifikasi tambak udang. Hal ini dilakukan
karena kenaikan permintaan udang dari negara-negara di Eropa, Amerika dan Asia.
Dalam 24 tahun terakhir,
keberadaan hutan mangrove (bakau) di
Indonesia semakin parah. Pada tahun 1993
luas hutan mangrove di Indonesia 3,7 juta
hektar. Namun pada tahun 2005, hutan mangrove tersebut tinggal sekitar 1,5 juta
hektar. Sebagai penyangga kehidupan, hutan mangrove (bakau) tidak
dapat dipungkiri memiliki peran dan fungsi ekologis yang
sangat penting. Penurunan luas hutan mangrove
per provinsi yang tertinggi terdapat di Nusa Tenggara
Barat (100 persen), kemudian menyusul Bali (95 persen),
Jambi (79 persen), Jawa Barat (71 persen), Irian Jaya (54 persen),
Riau (19 persen) dan Jawa Timur (2 persen).
Sementara itu makin rusaknya kawasan
hutan mangrove di sepanjang pantai timur Sumatera jelas sangat ironis.
Pasalnya, kawasan ini diketahui sebagai habitat
mangrove terbaik di Indonesia, setelah Irian Jaya. Data
dari Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung menyebutkan, bahwa pada
tahun 2002 luas hutan mangrove 20.000 hektar, hanya tersisa 2.000 hektar
akibat pembukaan hutan. Tak heran bila pakar kehutanan Dr. lr. Hadi S.
Alikodra, menyebut kondisi hutan mangrove di Indonesia sudah sampai pada
tingkat memprihatinkan (beritabumi.or.id)
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas maka timbul permasalahan
yaitu:
- Apa yang dimaksud dengan Ekosistem
Mangrove?
- Seberapa besar Peranan, Fungsi dan
Manfaat hutan mangrove bagi kehidupan
manusia?
- Apa penyebab rusaknya Ekosistem Mangrove?
- Bagaimana merehabilitasi dan upaya pelestarian
Ekosistem Mangrove?
C. TUJUAN PENYUSUNAN
Dalam penyusunan makalah ini, kami bertujuan untuk memberi
informasi dan pemahaman tentang Mangrove dalam proses perkuliahan, sekaligus memenuhi
tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah Biologi Laut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI MANGROVE
Kata mangrove adalah kombinasi antara bahasa
Portugis, Mangue dan bahasa Inggris, Grove. Adapun dalam bahasa Inggris kata
Mangrove digunakan untuk menunjuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah
jangkauan pasang-surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang
menyusun komunitas tersebut. Sedangkan dalam bahasa Portugis kata Mangrove
digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan tersebut.
Beberapa ahli mengemukakan definisi Hutan Mangrove,
seperti Soerianegara dan Indarwan (1982) menyatakan bahwa Hutan Mangrove adalah
hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terdapat di daerah teluk dan di
muara sungai yang dicirikan oleh: (1) tidak terpengaruh iklim, (2) dipengaruhi
pasang surut, (3) tanah tergenang air laut, (4) tanah rendah pantai, (5) hutan
tidak mempunyai struktur tajuk, (6) jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri atas
Api-api (Avicenia Sp), Pedada (Sonneralia), Bakau (Rhizopora Sp), Lacang
(Bruguiera Sp), Nyirih (Xylocarpus Sp), Nipah (Nypa Sp) dan lain-lain.
Kusmana (2002) mengemukakan bahwa mangrove adalah
suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk
komunitas tersebut di daerah pasang surut. Ekosistem Mangrove adalah suatu
sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi
di dalam suatu habitat mangrove.
Menurut Steenis (1978), yang dimaksud dengan
“Mangrove” adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut.
Nybeikhen (1988) menyatakan Hutan Mangrove adalah sebutan umum yang digunakan
untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa
spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan tumbuh dalam
perairan asin.
Menurut Snedaker (1978) dalam
mangrovecentre.or.id, diakses tgl 15 Nop.2007 , Hutan Mangrove adalah
kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub
tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam
dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob.
Sedangkan menurut Aksornkoe (1993), Hutan
Mangrove adalah tumbuhanb halofit (tumbuhan yang hidup pada tempat-tempat
dengan kadar garam tinggi atau bersifat alkalin) yang hidup disepanjang areal
pantai yang dipengaruhi oleh pasang tertinggi sampai daerah mendekati
ketinggian rata-rata air laut yang tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis.
Secara ringkas Hutan Mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang
tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, Laguna,
muara sungai) yang tergenang pada waktu pasang dan bebas dari genangan pada
saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam.
Hutan Mangrove yang tumbuh karena dipengaruhi pasang
air laut ini, sering juga kita menyebutnya dengan Hutan Bakau yang sebenarnya
kurang tepat, karena Bakau, dari keluarga Rhizophora itu sendiri adalah
hanya salah satu dari sekian jenis yang tumbuh di ekosistem hutan Mangrove ini.
Hutan Manggrove adalah tipe hutan yang berkarakteristik unik, mengingat
didaerah payau ini berpadu 4 ( empat ) unsur biologis penting yang fundamental,
yaitu Daratan, Air, Pepohonan, dan Fauna.
Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara
sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan manggrove bersifat unik
karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di
laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut
akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi
terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob.
Hutan mangrove juga merupakan habitat bagi beberapa
satwa liar yang diantaranya terancam punah, seperti harimau Sumatera (Panthera
Tigris Sumateranensis), Bekantan (Nasalis Larvatus), Wilwo (Mycteria Cinerea),
Bubut Hitam (Centropus Nigrorufus) dan Bangau Tongtong (Leptopilus Javanicus)
serta tempat persinggahan bagi burung-burung.
Hutan Mangrove disebut juga ”Coastal Woodland” (hutan
pantai) atau ”Tidal Forest” (hutan surut)/hutan bakau, yang merupakan tumbuhan
litoral yang karakteristiknya terdapat di wilayah tropika (Saenger,1983).
Beberapa jenis Mangrove yang terkenal:
- · Bakau (Rhizopora spp)
- · Api-api (Avicennia spp)
- · Pedada (Sonneratia spp)
- · Tanjang (Bruguiera spp)
Jenis-jenis tumbuhan hutan mangrove bereaksi berbeda
terhadap variasi-variasi lingkungan fisik , sehingga memunculkan
zona-zona vegetasi tertentu.
Beberapa faktor lingkungan fisik tersebut adalah:
·
Jenis tanah
Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat berbeda. Yang
paling umum adalah hutan mangrove tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur
dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini
sedemikian banyak proporsinya; bahkan ada pula hutan mangrove yang tumbuh di
atas tanah bergambut.
Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi, atau
bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu
karang.
·
Terpaan ombak
Bagian luar atau bagian depan hutan mangrove yang berhadapan dengan laut
terbuka sering harus mengalami terpaan ombak yang keras dan aliran air yang
kuat. Tidak seperti bagian dalamnya yang lebih tenang.
Yang agak serupa adalah bagian-bagian hutan yang berhadapan langsung dengan
aliran air sungai, yakni yang terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas
di bagian ini tidak begitu tinggi, terutama di bagian-bagian yang agak jauh
dari muara. Hutan mangrove juga merupakan salah satu perisai alam yang menahan
laju ombak besar.
·
Penggenangan oleh air pasang
Bagian luar juga mengalami genangan air pasang yang paling lama
dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan terkadang terus menerus terendam. Pada
pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut
manakala terjadi pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan.Menghadapi
variasi-variasi kondisi lingkungan seperti ini, secara alami terbentuk zonasi
vegetasi mangrove; yang biasanya berlapis-lapis mulai dari bagian terluar yang
terpapar gelombang laut, hingga ke pedalaman yang relatif kering.
Jenis-jenis bakau (Rhizophora spp.) biasanya tumbuh di bagian
terluar yang kerap digempur ombak. Bakau Rhizophora apiculata dan R.
mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa
dan Perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur. Pada
bagian laut yang lebih tenang hidup Api-api putih (Avicennia alba) di
zona terluar atau zona pionir ini. Dibagian lebih ke dalam, yang masih
tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran bakau R. mucronata
dengan jenis-jenis Kendeka (Bruguiera spp.), Kaboa (Aegiceras corniculata)
dan lain-lain. Sedangkan di dekat tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa
ditemui Nipah (Nypa fruticans), Pidada (Sonneratia caseolaris) dan Bintaro
(Cerbera spp.).Pada bagian yang lebih kering di pedalaman hutan didapatkan
Nirih (Xylocarpus spp.), Teruntum (Lumnitzera racemosa), Dungun (Heritiera
littoralis) dan Kayu Buta-buta (Excoecaria agallocha).
B. Bentuk-Bentuk Adaptasi Tumbuhan
Mangrove
Menghadapi lingkungan yang ekstrim di hutan mangrove,
tetumbuhan beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi
mangrove menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar
dan kelenjar garam di daun. Namun ada pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis.
Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang
biasanya tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) untuk
bertahan dari ganasnya gelombang. Jenis Api-api (Avicennia spp.) dan Pidada
(Sonneratia spp.) menumbuhkan akar napas (pneumatophore) yang muncul
dari pekatnya lumpur untuk mengambil oksigen dari udara. Pohon Kendeka
(Bruguiera spp.) mempunyai akar lutut (knee root), sementara pohon-pohon Nirih
(Xylocarpus spp.) berakar papan yang memanjang berkelok-kelok; keduanya untuk
menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula mendapatkan udara bagi
pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi mangrove memiliki
Lentisel, lubang pori pada pepagan untuk bernapas.
Untuk mengatasi salinitas yang tinggi, Api-api
mengeluarkan kelebihan garam melalui kelenjar di bawah daunnya. Sementara jenis
yang lain, seperti Rhizophora mangle, mengembangkan sistem perakaran
yang hampir tak tertembus air garam. Air yang terserap telah hampir-hampir
tawar, sekitar 90-97% dari kandungan garam di air laut tak mampu melewati
saringan akar ini. Garam yang sempat terkandung di tubuh tumbuhan,
diakumulasikan di daun tua dan akan terbuang bersama gugurnya daun. Pada pihak
yang lain, mengingat sukarnya memperoleh air tawar, vegetasi mangrove harus
berupaya mempertahankan kandungan air di dalam tubuhnya. Padahal lingkungan
lautan tropika yang panas mendorong tingginya penguapan. Beberapa jenis
tumbuhan hutan mangrove mampu mengatur bukaan mulut daun (stomata) dan
arah hadap permukaan daun di siang hari terik, sehingga mengurangi evaporasi
dari daun.
C. Perkembangbiakan hutan mangrove
Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal
perkembangbiakan jenis. Lingkungan yang keras di hutan mangrove hampir tidak
memungkinkan jenis biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya.
Selain kondisi kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan
pasang-surut air laut membuat biji sukar mempertahankan daya hidupnya.
Hampir semua jenis flora hutan mangrove memiliki biji
atau buah yang dapat mengapung, sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus
air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis mangrove yang bersifat vivipar: yakni
biji atau benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon.
Contoh yang paling dikenal barangkali adalah
perkecambahan buah-buah Bakau (Rhizophora), Tengar (Ceriops) atau
Kendeka (Bruguiera). Buah pohon-pohon ini telah berkecambah dan
mengeluarkan akar panjang serupa tombak manakala masih bergantung pada
tangkainya. Ketika rontok dan jatuh, buah-buah ini dapat langsung menancap di
lumpur di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada
bagian lain dari hutan. Kemungkinan lain, terbawa arus laut dan melancong ke
tempat-tempat jauh. Sedangkan Buah Nipah (Nypa fruticans) telah muncul pucuknya
sementara masih melekat di tandannya. Sementara buah Api-api, Kaboa (Aegiceras),
Jeruju (Acanthus) dan beberapa lainnya telah pula berkecambah di pohon, meski
tak nampak dari sebelah luarnya. Keistimewaan-keistimewaan ini tak pelak lagi
meningkatkan keberhasilan hidup dari anak-anak semai pohon-pohon itu. Anak
semai semacam ini disebut dengan istilah propagul.
Propagul-propagul seperti ini dapat terbawa oleh arus
dan ombak laut hingga berkilometer-kilometer jauhnya, bahkan mungkin
menyeberangi laut atau selat bersama kumpulan sampah-sampah laut lainnya.
Propagul dapat ‘tidur’ (dormant) berhari-hari bahkan berbulan, selama
perjalanan sampai tiba di lokasi yang cocok. Jika akan tumbuh menetap, beberapa
jenis propagul dapat mengubah perbandingan bobot bagian-bagian tubuhnya,
sehingga bagian akar mulai tenggelam dan propagul mengambang vertikal di air.
Ini memudahkannya untuk tersangkut dan menancap di dasar air dangkal yang
berlumpur.
D. Suksesi Hutan Mangrove
Tumbuh dan berkembangnya suatu hutan dikenal dengan
istilah suksesi hutan (forest succession atau sere). Hutan
mangrove merupakan suatu contoh suksesi hutan di lahan basah (disebut hydrosere).
Dengan adanya proses suksesi ini, perlu diketahui bahwa zonasi hutan mangrove
pada uraian di atas tidaklah kekal, melainkan secara perlahan-lahan bergeser.
Suksesi dimulai dengan terbentuknya suatu paparan
lumpur (mudflat) yang dapat berfungsi sebagai substrat hutan mangrove.
Hingga pada suatu saat substrat baru ini diinvasi oleh propagul-propagul
vegetasi mangrove, dan mulailah terbentuk vegetasi pionir hutan bakau.
Tumbuhnya hutan mangrove di suatu tempat bersifat
menangkap lumpur. Tanah halus yang dihanyutkan aliran sungai, pasir yang
terbawa arus laut, segala macam sampah dan hancuran vegetasi, akan diendapkan
di antara perakaran vegetasi mangrove. Dengan demikian lumpur lambat laun akan
terakumulasi semakin banyak dan semakin cepat. Hutan mangrove pun semakin
meluas.
Pada saatnya bagian dalam hutan mangrove akan mulai
mengering dan menjadi tidak cocok lagi bagi pertumbuhan jenis-jenis pionir
seperti Avicennia alba dan Rhizophora mucronata. Pada bagian ini
masuk jenis-jenis baru seperti Bruguiera spp. Maka terbentuklah zona
yang baru di bagian belakang.
Demikian perubahan terus terjadi, yang memakan waktu
berpuluh hingga beratus tahun. Sementara zona pionir terus maju dan meluaskan
hutan mangrove, zona-zona berikutnya pun bermunculan di bagian pedalaman yang
mengering.
Uraian di atas adalah penyederhanaan, dari keadaan alam yang sesungguhnya
jauh lebih rumit. Karena tidak selalu hutan mangrove terus bertambah luas,
bahkan mungkin dapat habis karena faktor-faktor alam seperti abrasi. Demikian
pula munculnya zona-zona tak selalu dapat diperkirakan.
Di wilayah-wilayah yang sesuai, hutan mangrove ini
dapat tumbuh meluas mencapai ketebalan 4 km atau lebih; meskipun pada umumnya
kurang dari itu.
E. Kekayaan Flora
Beraneka jenis tumbuhan dijumpai di hutan mangrove.
Akan tetapi hanya sekitar 54 spesies dari 20 genera, anggota dari sekitar 16
suku, yang dianggap sebagai jenis-jenis mangrove sejati. Yakni jenis-jenis yang
ditemukan hidup terbatas di lingkungan hutan mangrove dan jarang tumbuh di
luarnya.
Dari jenis-jenis itu, sekitar 39 jenisnya ditemukan
tumbuh di Indonesia; menjadikan hutan mangrove Indonesia sebagai yang paling
kaya jenisnya di lingkungan Samudera Hindia dan Pasifik. Total jenis
keseluruhan yang telah diketahui, termasuk jenis-jenis mangrove ikutan, adalah
202 spesies (Wikipedia)
Jenis hutan dapat dibagi atas :
- Hutan Bakau
- Hutan Nyireh Bunga
- Hutan Linggadai
- Hutan Nipah
- Hutan Nipah Dungun
- Hutan Pedada
- Hutan Nibong
Hutan Bakau
Hutan bakau ini hampir keseluruhannya dipenuhi oleh
satu jenis spesis saja yaitu bakau minyak (Rhizophora apiculata). Hampir
50% dari jumlah hutan bakau terdapat di Daerah Temburong. Spesis kedua,adalah
bakau kurap (Rhizophora macronata) tetapi populasinya sedikit saja, terutama
terdapat di sepanjang pinggir muara sungai.
Hutan Nyireh Bunga
Nyireh bunga (Xylocarpus granatum) dapat hidup
bersama-sama dengan bakau minyak, atau di dalam hutan-hutan yang sama terutama
sekali di atas tanah yang jarang ditenggelami air. Timbunan-timbunan tanah yang
ditutupi oleh pohon paku-pakis (Acrostichum aureum) terdapat banyak
sekali udang galah besar.
Hutan Linggadai
Linggadai (Bruguiera gymnorrhiza) ialah
satu-satunya spesis dari genus yang terpenting di dalam hutan-hutan bakau dan
tidak bercampur diantara tiga spesis lain (B. caryophylloides, B. parviflora
dan B. sexangula)
Hutan Nipah
Tumbuhan in adalah tumbuhan asli palma yang berada di
tebing-tebing sungai dan daerah di kawasan-kawasan pantai. Juga dapat ditemui
di sepanjang tanah-tanah rendah di sungai-sungai dan di tebing-tebing..
Hutan Nipah-Dungun
Hutan Nipah bersama Dungun (Heritiera globosa)
dapat ditemui secara bertingkat-tingkat, dan mencapai ukuran yang luas dan
besar. Tumbuhan in dapat hidup pada ketinggian tertinggi yang dapat dicapai
oleh perubahan salinitas air, khususnya di sepanjang sungai-sungai. Di
tempat-tempat yang lebih rendah di sungai dapat tumbuh jenis Buta buta (Excoecaria
agallocha), Linggadai dan beberapa bakau lainnya.
Hutan Pedada
Tumbuh-tumbuhan Pedada (Sonneratia caseolaris)
dengan rumpun yang kecil terdapat pada tanah yang baru terbentuk di sepanjang
pinggir sungai-sungai.
Hutan Nibong
Palma Nibong (Oncosperma tigillarium) yang
panjang lagi berduri ialah spesis bakau yang tumbuh di pertengahan. Biasanya
terdapat dalam kawasan setempat yang kecil dengan ukuran yang sederhana
berkelompok-kelompok di bahagian perbatasan antara darat dan hutan bakau
terutama sekali di sungai yang lebih tinggi.
F. Peranan, Fungsi Dan Manfaat Hutan
Mangrove
Hutan Mangrove penting sekali untuk perikanan apalagi
perikanan estuary atau perikanan pantai. Hutan Mangrove juga berguna untuk
pelindungan alam dari daerah-daerah di belakangnya terhadap kekuatan alam.
Nilai ekonomis (Economical value) dari kayu-kayunya sebagai bahan pembangunan
sangat kecil dan tidak sebanding dengan nilai proteksinya (protective
valuenya). Jumlah kubikasi kayunya dari 1 Ha tidak feasible untuk di
exploitasi, disamping itu kayunya sudah mengandung garam jadi tidak cocok untuk
industri.
Kontribusi hutan mangrove tergambar dari fungsinya itu
sendiri, seperti penghalang terhadap erosi pantai dan gempuran ombak,
pengolahan limbah organik, tempat mencari makan, memijah dan bertelurnya
berbagai biota laut seperi ikan dan udang. Selain itu sebagai habitat berbagai
jenis margasatwa, penghasil kayu dan nonkayu serta potensi ecotourism.
Secara ekologis hutan bakau telah dikenal mempunyai banyak fungsi dalam
kehidupan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ekosistem bakau bagi sumber
daya ikan dan udang berfungsi sebagai tempat mencari
makan, memijah dan berkembang biak. Dari sudut ekologi, hutan bakau berfungsi
sebagai penghasil sejumlah detritus dan perangkap sedimen. Hutan manggrove
merupakan habitat berbagai jenis satwa, baik sebagai habitat pokok maupun
sebagai habitat sementara.
Sebagai fungsi ekonomis hutan bakau bermanfaat sebagai
sumber penghasil kayu bangunan, bahan baku pulp dan kertas, kayu bakar, bahan
arang, alat tangkap ikan dan sumber bahan lain seperti tannin dan pewarna. Hutan
manggrove juga mempunyai peran penting sebagai pelindung pantai dari hempasan
gelombang air laut.
Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove atau Hutan Bakau :
·
Habitat satwa langka
Hutan bakau sering menjadi habitat jenis-jenis satwa.
Lebih dari 100 jenis burung hidup disini, dan daratan umpur yang luas
berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat
mendaratnya ribuan burung pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka
Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus)
·
Pelindung terhadap bencana alam
Vegetasi hutan bakau
dapat melindungi bangunan, tanaman
pertanian atau vegetasi alami dari kerusakan
akibat badai atau angin yang bermuatan garam melalui proses
filtrasi.
·
Pengendapan lumpur
Sifat fisik tanaman pada hutan
bakau membantu proses pengendapan lumpur.
Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun
dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat
pada partikel lumpur. Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari
endapan lumpur erosi.
·
Penambah unsur hara
Sifat fisik hutan
bakau cenderung memperlambat
aliran air dan terjadi pengendapan.
Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari
berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.
·
Penambat racun
Banyak racun yang memasuki ekosistem
perairan dalam keadaan terikat pada permukaan lumpur
atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah
air. Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan
membantu proses penambatan racun secara aktif
·
Sumber alam dalam kawasan (In-Situ) dan luar Kawasan (Ex-Situ)
Hasil alam in-situ mencakup semua fauna
dan hasil pertambangan atau mineral yang dapat
dimanfaatkan secara langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam
ex-situ meliputi produk-produk alamiah di hutan
mangrove dan terangkut/berpindah ke tempat
lain yang kemudian digunakan oleh
masyarakat di daerah tersebut, menjadi sumber makanan
bagi organisme lain atau menyediakan fungsi lain
seperti menambah luas pantai karena pemindahan pasir dan lumpur.
·
Transportasi
Pada beberapa hutan mangrove, transportasi
melalui air merupakan cara yang paling efisien dan
paling sesuai dengan lingkungan.
·
Sumber plasma nutfah
Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat
besar manfaatnya baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa
komersial maupun untukmemelihara populasi kehidupan liar itu sendiri.
·
Rekreasi dan pariwisata
Hutan mangrove memiliki nilai estetika,
baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan yang ada
di dalamnya.
·
Sarana pendidikan dan penelitian
Upaya pengembangan
ilmu pengetahuan
dan eknologi membutuhkan
laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.
·
Memelihara proses-proses dan sistem alami
Hutan mangrove sangat tinggi
peranannya dalam mendukung berlangsungnya proses-proses
ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.
·
Penyerapan karbon
Proses fotosentesis mengubah karbon
anorganik (C02) menjadi karbon organik dalam
bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini
membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer
sebagai (C02). Akan tetapi hutan bakau justru mengandung
sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk.
Karena itu, hutan bakau lebih berfungsi sebagai
penyerap karbon dibandingkan dengan sumber
karbon.
·
Memelihara iklim mikro
Evapotranspirasi hutan mangrove mampu
menjaga kelembaban dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga
keseimbangan iklim mikro terjaga.
·
Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam
Keberadaan hutan mangrove
dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan
menghalangi berkembangnya kondisi alam.